Senin, 14 November 2011

Atlet-Atlet Nasional Yang Terlupakan


1.Elias Pical
             Jika ditanya siapakah petinju kelas dunia kebanggaan Indonesia, anda pasti akan teringat Chris John. Ia memang kerap mengharumkan nama bangsa dan kini dikenal sebagai atlet sekaligus selebritas karena kerap membintangi iklan minuman berenergi. Tetapi tahukah anda bahwa sebelum kehadiran Chris John, Indonesia juga mempunyai seorang legenda tinju bernama Elias Pical? Berlatih tinju semenjak umur 13 tahun, Elias Pical kemudian tumbuh menjadi seorang juara dunia yang dipuja-puja masyarakat. 




        Pukulan hook dan uppercut kirinya yang terkenal cepat dan keras itu membuatnya dijuluki sebagai “The Exocet”, merujuk pada nama sebuah rudal buatan Perancis yang terkenal pada masa jaya Pical saat itu. Atas kemenangannya pada Kejuaraan OPBF 19 Mei 1984, Pical berhasil menjadi petinju professional pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar Internasional di luar negeri. Setelah itu Pical berhasil menyabet gelar demi gelar bergengsi baik di dalam maupun di luar negeri. Namun nasib baik tidak selalu berpihak kepadanya. Ayah dua anak yang gantung sarung tinju pada tahun 1989 ini mulai dilupakan masyarakat, bahkan pada tahun 2005 ia sempat merasakan dinginnya lantai penjara selama tujuh bulan karena tertangkap melakukan transaksi narkoba ketika menjadi satpam sebuah tempat hiburan.
2.Tati Sumirah
Pada tahun 1975 nama Indonesia diharumkan dalam ajang bulu tangkis paling bergengsi dunia. Srikandi yang mengharumkan nama bangsa tersebut adalah Tati Sumirah, yang mengantarkan tim bulu tangkis single putri merebut Piala Uber dan sekaligus merebut perhatian masyarakat atas sosoknya yang mengagumkan. Pada masa keemasannya dulu ia juga dikenal sebagai atlet yang selalu meraih emas di arena Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun setelah gantung raket pada tahun1981, kehidupannya berubah drastis. Selama berpuluh-puluh tahun Tati Sumirah bekerja di sebuah apotek di daerah Tebet, Jakarta Selatan sebagai Kasir. Jika bukan karena kebaikan hati Rudi Hartono (pengusaha yang juga juara All England delapan kali) yang menawarinya bekerja di perusahaan Oli miliknya, mungkin sampai sekarang profesi itu masih dilakoninya. Kini semua medali kebanggaannya Ia taruh dalam sebuah kotak berdebu. Tati mengaku ia kerap merasa sedih jika mengingat masa kejayaannya dulu. Walaupun begitu, Ia tidak pernah menyesal menjadi atlet. Ia hanya berharap pemerintah bisa lebih menghargai jasa atlet nasional dan memberikan tunjangan hidup yang layak




3. Budi Setiawan
Budi Setiawan adalah seorang mantan atlet taekwondo yang berbakat. Ia pernh menjuarai berbagai kejuaraan tekwondo baik di dalam maupun di luar negeri. Namanya bahkan tercatat di Museum Rekor Dunia Taekwondo Indonesia (MURTI) sebagai Peraih Medali Perak Pertama di Kelas Fly di Men World Taekwondo Championships Barcelona, Spanyol Tahun 1987. Nasib Budi Setiawan selepas pensiun tidaklah terlalu baik. Walaupun telah berhasil meraih medali perunggu di Asian Games ke-10 di Seoul Korea Selatan pada 1986, kehidupannya tidak lantas selalu mulus tanpa hambatan. Budi bahkan pernah terpaksa menggadaikan semua medali yang pernah diperolehnya seharga Rp. 150 ribu untuk biaya pengobatan anaknya. Kini mantan juara Asian Taekwondo Championship dan SEA Games ini harus bekerja sebagai pelatih honorer taekwondo anak-anak SD dan SMP demi menghidupi keluarganya.




4.Gurnam Singh
Gurnam Singh adalah mantan atlet Indonesia yang pernah meraih tiga medali emas pada cabang olahraga lari di perhelatan Asian Sea Games pada tahun 1962. Atas prestasinya tersebut pelari tercepat se-Asia ini diundang sebagai tamu kehormatan Presiden Soekarno dan diganjar hadiah berupa 20 ekor sapi, dua buah mobil, serta sebuah rumah di Gang Sawo, Medan. Tetapi kesuksesannya tersebut tidak bertahan lama. Pada tahun 1972 rumahnya digusur oleh pemerintah daerah karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut menambah kepedihan dalam hidupnya setelah sebelumnya istrinya membawa pergi keenam anaknya pada tahun 1969. Setelah itu hidupnya semakin tidak menentu. Ia tinggal berpindah-pindah dari satu kerabat ke kerabat lainnya, bahkan pada tahun 2003 Ia sempat menumpang tinggal di sebuah Kuil di Polonia, Medan. Medali-medali yang pernah didapatnya dari berbagai kejuaraan internasional di Rumania, Filipina, dan Malaysia telah dijualnya untuk menyambung hidup. Dengan menggunakan satu-satunya sepeda tua yang Ia miliki sebagai kendaraan, pria berusia 80 tahun ini kini hidup dengan mengandalkan belas kasihan dan bantuan dari kerabat maupun orang-orang yang mengenalnya.





5. Surya Lesmana
Jauh sebelum nama Irfan Bachdim atau El Loco dielu-elukan di lapangan hijau, Indonesia mempunyai seorang bintang yang sangat disegani di dunia sepak bola Asia bernama Surya Lesmana. Surya Lesman adalah seorang keturunan Tionghoa yang lahir dengan nama Liem Soei Liang. Pada era 1960-an, Ia mengharumkan nama Indonesia di berbagai kejuaraan di Asia Tenggara dan Asia. Permainannya yang cemerlang bersama timnas selama 10 tahun (1963-1972) memikat pemilik klub Mac Kinan Hongkong. Surya dikontrak selama satu musim, yang tentu saja merupakan suatu kebanggaan bagi PSSI, mengingat sangat jarang pemain Indonesia yang bermain untuk klub luar negeri. Sungguh sangat disayangkan Surya tidak mempersiapkan hari tuanya dengan baik. Akibat terlalu banyak berfoya-foya semasa muda, kini mantan gelandang terbaik negeri ini menjalani masa tua yang pahit dan tidak tentu. Untuk bertahan hidup Ia melatih anak-anak kecil di lingkungannya bermain sepak bola dengan upah seadanya. Ia bahkan pernah menumpang di rumah temannya di kawasan Glodok, Jakarta Barat dan hanya tidur beralaskan kardus. Surya memang pernah menjadi pujaan sekaligus idola banyak orang, tetapi sinar sang bintang itu kini telah redup tergerus kerasnya kehidupan.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...